Alih Peran Komunikasi

 


Hallo!

Kalo minggu kemarin aku cuma sampein suatu pesen, kali ini aku ingin bahas tentang masalah komunikasi yang sempet nyita perhatian aku selama beberapa waktu😣. Tunggu! Kita ungkap kejujuran sebentar😅, sebelumnya aku tulis “ayo diskusi tentang masalah komunikasi yang sempet nyita perhatian aku” tapi udahnya aku jadi ngerasa janggal kalo bilang ini diskusi, karna kayanya ini bakal jadi diskusi antara aku dan aku. Makanya gapapa deh aku ganti kata diskusi disini. Sementara biar aku aja yang bicara, kalo temen-temen ga nyaman tau kan aku terima diskusi apapun😉? ehehehe.
Tentang masalah komunikasi tadi, ini masalah yang terjadi di berbagai circle yang aku lihat*maksudnya ga di circle yang aku alami langsung aja.  Dari lingkungan keluarga👨‍👩‍👧‍👦, pertemanan👭, sampe percintaan💏 aku rasa masalah ini pernah ada. Masalah komunikasi dimana seseorang kehilangan perannya sebagai pendengar walaupun dia juga berhak bicara. Sebelum bahas itu aku ingin utarain dulu apa yang aku maksud tetang komunikasi disini. Ini komunikasi yang terjadi di suatu hubungan, komunikasi dimana mereka ga cuma saling bicara tapi juga perlu saling dengar.
Peran sebagai pendengar pun bukan sebatas 'ga bicara pas lawan bicara kita bicara' tapi juga  pendengar yang menghargai lawan bicaranya. Ketika waktunya berempati pun ia tunjukin itu karna pendengar disini juga berbagi pemikiran sama pembicara.
Nah yang jadi masalah disini ketika pendengar udah ga berbagi pikiran lagi ketika komunikasi berlangsung. Ketika lawan bicaranya bicara, ia jadi pendengar yang diam🤫. Diam karna harus dengerin, harus hargain *katanya, tapi pikirannya ga ikut denger itu semua, pikiran si pendengar disini mikirin apa yang harus ia bicarain ketika giliran bicaranya datang. Sampe sini ngerti?👀

Sepele sih, ga terlalu bermasalah sih🤔. Itu juga yang aku pikirin pas awal sadar akan masalah ini. Ga terlalu bermasalah karna pada dasarnya si pendengar disini masih nunjukin peran dia sebagai pendengar dengan diem pas lawannya bicara, itu ngehargain kan? menurutku iya. Tapi pemikiran aku berubah setelah denger tentang Munchausen Syndrome.

Pernah denger? Aku pertama denger ini dari drama korea 365;Repeat The Year karna ada salah satu tokohnya yang menderita sindrom ini😲. Dari yang aku lihat di drama ini, penderita sindrom ini punya gangguan dimana dia bikin pemalsuan keadaan untuk cari empati karna dia ingin nikmatin empati itu. Pura-pura sakit, hidup susah dari kecil, punya trauma, dan tak tik lainnya yang bisa bikin mereka dapet simpati dan perhatian dari orang sekitar😞. Jangankan bikin pemalsuan tentang dirinya, buat keluarga palsu pun mereka sanggup demi dapet perhatian itu.
Hubungannya sama masalah komunikasi tadi di kesamaan akar masalah, duaduanya sama sama berawal dari kebutuhan akan perhatian lebih. Karna butuh atau ingin perhatian itu, si pendengar gamau buang waktu dengan ikut masuk ke pikiran si pembicara.
Lah ko buang waktu sih🧐? Iyalah, dibanding ikut mikirin apa yang pembicara omongin, bukannya waktu itu mending dipake untuk cari topik pembicaraan yang bikin di percakapan selanjutnya diri pendengar yang dibahas? Biar si pembicara hilang fokus dan ikut pikirin apa yang si pendengar itu sampein. Sampe akhirnya di komunikasi ini udah ga terjadi lagi saling dengar dan bicara karna cuma ada 1 pendengar juga 1 pembicara dengan masing-masing 1 pikiran☹️.
Kalo sampe situ menurutku masih aman karna masih besar kemungkinan untuk salah satu pihak sadar kalo komunikasi di hubungan ini udah ga baik dan perlu diperbaiki. Yang bikin masalah ini jadi bahaya kalo semua pihak yang terlibat komunikasi di hubungan itu ngalamin masalah yang sama, hilang peran sebagai pendengar;(. Kalo itu udah terjadi, udah gaada lagi peran pendengar di hubungan mereka. Komunikasi di hubungan itu udah berubah jadi ajang saling bicara sampe ada 1 orang yang curi pemikiran semua orang karna cerita yang dia samepin. Toxic relationship.
Itu beneran hubungan yang ga sehat. Apalagi kalo hubungan itu hanya terdiri dari 2 orang. Hubungan yang seharusnya jadiin komunikasi sebagai sarana untuk saling sandar, sekarang justru jadi ajang lomba🗣️ siapa yang paling layak dapet simpati paling tinggi. 

Coba temen-temen berhenti baca dulu deh. Inget-inget apa masalah gini pernah kejadian di kehidupan temen-temen atau mungkin pernah lihat aja tipikal hubungan yang kaya gini😞?

Untuk atasinya, menurut aku bisa diawali dengan benahin diri kita dulu supaya ga kaya gitu, terlepas dari sebelumnya pernah ngalamin masalah itu atau ngga. Karna kalo langsung singgung masalah ini di hubungan itu, ga selalu berhasil dengan akhir sama-sama sadar. Bisa aja itu justru jadi awal pertikaian, saling tuduh😖. Gamau kan? makanya untuk perbaiki hubungan yang ga sehat pun perlu waktu yang lama, gabisa sekaligus😬.
Segitu sih yang mau aku bicarain*walaupun inginnya diskusi tentang masalah komunikasi ini. Sebagai penutup gimana kalo temen-temen baca beberapa artikel yang aku rekomendasiin untuk nambah wawasan tentang Munchausen Syndrome dan hal lain yang ada kaitannya dengan pembicaraan ini😉? Siapa tau nantinya kita beneran bisa diskusi karna nemu masalah baru yang ada kaitannya sama semua ini.

See you Jum’at nanti!

Komentar