Ilwis #10 : Selesai dengan Diri Sendiri
Halo!
Selesai dengan diri sendiri adalah istilah yang sering muncul ketika kita mulai pembicaraan serius tentang pribadi seseorang. Kadang dijadikan pertanyaan atau parameter untuk sesuatu. Kalo aku beberapa kali denger dan coba pahami istilah ini ketika bicara tentang tipe ideal seseorang, terutama dalam hal percintaan.
Waktu aku kecil, bahasan tipe ideal itu biasanya hanya sebatas hal-hal umum seperti baik, pinter, soleh/solehah, ganteng/cantik, putih, tinggi, bersih dan lain sebagainya. Sedangkan sekarang, semakin dewasa tipe ideal itu sepertinya berkembang. Mulai dari hobinya sama, mbti nya cocok, love languange nya sama, atau dalam hal fisik dan materialistik seperti tingginya minimal 170, rajin skincare-an, minimal sarjana dan lain sebagainya. Nah, dari berbagai tipe ideal yang mulai spesifik dan beragam itu, salah satunya adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Aku tau ini mungkin ga semua orang jadikan tipe ideal, tapi kalo dicari tahu lagi, rasanya hampir semua orang mengharapkan hal tersebut dari calon pasangannya. Yaa seenggaknya di lingkungan sekitarku seperti itu. Bahkan kadang tidak selesai dengan diri sendiri ini jadi alasan seseorang untuk putus.
Oleh karena itu, aku coba renungkan memangnya selesai dengan diri sendiri itu apa sih? Standar atau parameter yang bisa jelaskan bahwa seseorang sudah selesai dengan dirinya sendiri itu apa sih? Lalu, apakah selesai dengan diri sendiri itu sebuah keharusan? Dan apakah aku sudah selesai dengan diriku sendiri? Mari coba jawab satu persatu.
Pertama, selesai dengan diri sendiri itu apa sih? Menurutku, selesai dengan diri sendiri adalah bentuk kesiapan diri kita menghadapi berbagai macam apa yang ada di depan mata setelah ‘selesai’ dengan semua yang sudah kita terima atau ada di belakang diri kita. Orang yang sudah selesai dengan diri sendiri adalah orang-orang yang lebih bijak menghadapi berbagai hal dalam hidupnya. Hal ini tidak berarti ia adalah orang paling kuat, tidak mudah tumbang, selalu bahagia, dan lain sejenisnya. Hanya saja, ia sudah menjadi orang yang tidak kelut lagi dengan isi kepalanya sendiri, tidak lagi dikendalikan masa lalu atau apapun yang diluar kendalinya.
Kedua, standar atau parameter selesai dengan diri sendiri. Bagiku berikut adalah beberapa hal yang harus aku hadapi untuk bisa selesai dengan diri sendiri:
- Menerima kelahiran kita. Di dalamnya termasuk menerima siapa pencipta kita dan memaafkan orang yang melahirkan dan membesarkan kita. Mungkin yang pertama adalah yang paling berat dan sulit untuk diselesaikan. Menerima siapa pencipta kita adalah perjalanan yang tidak akan selesai dalam satu dua kali pikir. Perlu banyak pencarian dan pertimbangan di dalamnya. Ini ga cuma tentang beragama, temen-temen. Buatku ini tentang siapa dan kenapa kita harus lahir di bumi ini. Selanjutnya adalah memaafkan orang yang melahirkan dan membesarkan ktia. Kenapa ga langsung spesifik orang tua, karena ga semua orang besar hanya dengan pangkuan orang tuanya. Ada banyak anggota keluarga atau orang lainnya yang ikut berperan dalam masa pertumbuhan kita menjadi pribadi saat ini. Kenapa mereka harus di maafkan? Kalo temen-temen masih di taraf bertanya-tanya memang mereka salah apa, mungkin temen-temen masih belum menemukan celahnya. Karena dari observasiku, sesempurna apapun cara mendidik seseorang, manusia tetap pribadi yang sama belajar saat mengajarkan sesuatu pada seseorang. Mendidik adalah pendidikan paling besar yang diterima seseorang. Oleh karena itu kesalahan haruslah ada dan langkah yang harus kita lakukan sebagai terdidik adalah memaafkan segala salah itu. Kurasa ini malah bisa jadi langkah pertama untuk menerima hal sebelumnya.
- Berhenti menghapus luka. Awalnya, aku pikir setiap orang pasti mengalami satu luka terdalam atau fase terendah dalam hidupnya dan aku kira satu itu adalah sekali seumur hidup. Ternyata, setelah banyak mendengar cerita orang dewasa di luar sana, jatuh itu berkali-kali dan satu terendah itu hanya pilihan yang ‘paling’ dari sekian banyak fase rendah yang sudah dilewati. Ternyata semua orang akan mengalami banyak luka dan jatuh berkali kali.
Alasan itulah yang membuat berhenti menghapus luka adalah langkah selanjutnya untuk selesai dengan diri sendiri. Bagaimana kita bisa melangkah kedepannya dan jatuh lagi suatu hari kalo kita masih sibuk menghapus luka lama? Sembuh itu harus, mengobati itu adalah bentuk peduli, tapi ga berarti selesai itu harus sampai benar-benar tanpa bekas. Gapapa kok lukanya berbekas hitam dan jelek. Ayo normalisasi itu.
Aku sendiri punya satu bekas luka di pergelangan tangan kiri. Luka ini aku dapet waktu jatoh dari motor agustus 2022 lalu. Tepat beberapa minggu sebelum ospek kuliah. Di pertengahan semester satu setelah lepas perban, orang tuaku minta untuk rutin pake plester yang bikin bekas luka cepet pudar. Katanya sayang aja lukanya keliatan cukup jelas dan besar, tapi aku males. Alhasil sampe sekarang masih ada dan aku bersyukur. Aku bersyukur luka ini masih ada dan males untuk aku hilangkan waktu itu. Soalnya tanpa sadar, akupun jadi menerima dan tidak melupakan luka itu. Luka yang terpampang di pergelangan tangan kiri ini bikin aku lebih hati hati waktu naik motor.
Karena bekas luka itu, aku jadi hati-hati mengemudi supaya tidak jatuh dari motor lagi.
Begitu juga dengan berbagai bekas luka dari fase rendah yang sudah kita lewati. Cukup obati sampai sembuh, tapi biarkan bekas lukanya ada. Bukan agar kita selalu kesakitan kembali mengingat hal itu, tapi agar kita terus hati-hati. Jangan jatuh karena alasan yang sama. Walau harus naik motor lagi, kali ini jangan jatuh. Tetep jatuh pun, jangan karena alasan yang sama. Bahkan jika nantinya jatuh lagi karena alasan yang sama pun, ingat lagi gimana kamu sembuh dari luka yang ada. - Mengenal diri sendiri. Dua yang tadi aja udah susah, tapi ini tetep jadi yang paling susah buatku. Alasannya karena mengenal diri sendiri adalah perjalanan seumur hidup. Sebanyak dunia berubah, diri kita adalah yang paling asing dalam setiap perubahan. Atas alasan itu aku kadang benci istilah “kan kamu yang paling tau dirimu sendiri” karena aku adalah orang yang paling asing dengan diri ini. Itu adalah isi pikiranku selama bertahun-tahun sampai akhirnya aku sadar bahwa merasa asing juga bagian dari bagaimana diriku mengenal diri ini. Mengetahui bahwa akupun bisa merasa asing juga artinya aku tahu kalo diri ini terus berubah. Lalu bagaimana? Bukannya itu berarti tidak ada jawaban untuk langkah ketiga? Tidakkk, teman-teman. Mengenal diri sendiri juga berarti kita siap mengenalkan diri kita pada orang lain. Mengenal apa yang kita suka juga benci, mengenal apa yang bisa bikin kita bahagia juga nangis, siapa yang harus kita temani juga hindari, dan banyak pertanyaan lainnya hingga kita tau apa saja yang ada dibelakang dan sedikit melihat pribadi seperti apa kita kedepannya. Perubahan memang selalu terjadi, tapi siap menerima perubahan bahkan merencanakan perubahan itu adalah bentuk dari mengenal diri sendiri. Setelah berhasil mengenal diri ini, kita akan paham kenapa kita tidak mudah goyah oleh perubahan orang lain, kita akan jauh lebih percaya diri dan tidak mudah runtuh lagi.
Hmm~ tulisan yang panjang. Sementara tiga dulu ya, aku masih mencari tau juga walau tiga itupun cukup berat untuk dilewati. Mari kita lanjut ke pertanyaan ketiga, apakah selesai dengan diri sendiri adalah sebuah keharusan? Menurutku tidak. Bagi sebagian orang, selesai dengan diri sendiri adalah sebuah kebutuhan, maka orang-orang itu harus mencoba selesai dengan dirinya sendiri. Tapi banyak juga orang yang tetap bertahan dan berjalan hidup tanpa harus selesai dengan dirinya sendiri.
Mau bagaimanapun, istilah ini adalah istilah baru bagiku. Bahkan orang tuaku juga ga tau apa itu selesai dengan diri sendiri. Tapi apakah artinya mereka gagal dan kedepannya harus melakukan itu? Mungkin tidak. Orang tuaku tetap hidup pada zamannya. Selesai dengan diri sendiri menjadi beban keharusan setelah banyak orang yang bicara tentang itu dan merasakan dampaknya. Jadi jangan pernah terbebani.
Pertanyaan terakhir adalah apakah aku sudah selesai dengan diriku sendiri? Maka jawabanku adalah belum. Aku amat sangat ingin berusaha selesai dengan diri sendiri, tapi paham betul itu adalah perjalanan yang panjang. Sekarang aku masih di fase mengobati salah satu fase terendah yang sudah aku lewati. Jadi aku ga mau terlalu membebani diri ini dengan berusaha lakukan hal lain.
Oleh karena itu, parameter di atas pun bukan atas ceritaku. Aku memang coba banyak cari tahu tentang ini ke orang-orang di sekitarku. Aku sangat tertarik dengan usaha orang-orang untuk selesai dengan dirinya sendiri. Kuharap kalian juga ya! Cerita kapan-kapan!
Sekian, semoga terbantu!
Komentar
Posting Komentar