Ilwis #13 : Tekpend 101
Hai! Kali ini kembali cerita tentang perkuliahan duniawi, hehe. Semoga seru, selamat baca!
Waktu pertama kali jelasin prodi yang aku ambil ke kakakku, responnya sedikit mengecewakan. Dia kecewa karena aku jatohnya jadi belajar semua tapi tidak mendalam. "Kalo kurikulum, kenapa fokusnya ke teknologi dan pengembangan media? Kalo teknologi, kenapa ga fokus ngajar tik aja? Kenapa harus belajar desain dan media tapi paham teori-teori pendidikan juga?", katanya.
Jujur aja, aku ga bisa jelasin🫠. Aku sedih dengan responnya itu dan kecewa karena ia ga paham seseneng apa aku belajar di tekpend. Tapi karena dulu aku belum banyak belajar, aku malah merasa dia ada benernya juga. Toh memang iya, aku belajar banyak di prodiku dan tidak menjurus. Beuh, apalagi sekarang prodiku ga ada peminatan di kelas, jadi media dan kurikulum itu kita pelajari semua🤌🏻.
Nah, karena sekarang aku udah semester lima (semester terakhirku untuk fokus pelajari teori-teori dan kinerja praktis), jadi aku ingin sekali lagi jelaskan ke kakakku bahwa ucapanku dulu tentang ini jurusan yang tepat adalah benar dan tidak berubah sama sekali.
Mari simak penjelasanku.
Lalu setelah itu, profesi pertama yang aku geluti dalam hidup setelah belajar adalah ‘ngajar’.
Tentu akan terkecimbung di dunia pendidikan juga, kenapa? Karena aku tidak punya banyak kesempatan untuk explore berbagai profesi lain. Aku suka sekali denger musik, nonton film, baca webtoon, tapi sama sekali tidak punya kesempatan untuk cari tahu (bahkan penasaran dengan) bagaimana profesi di bidang kesenian. Soalnya segera setelah ngajar, yang aku terima adalah masalah-masalah pendidikan.
- Gimana caranya aku buat anak di hadapanku ini bisa baca iqro?
- Ko aku bisa baca dia nggak?
- Padahal tinggal baca doang kenapa dia gabisa?
- Kenapa udah aku kasih tau huruf-hurufnya tapi dia masih ga paham?
- Ko di sini cuma belajar baca iqro aja, padahal di tempat aku belajar dulu malah diajarin bahasa dan sejarah juga?
Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menghantui hari-hari anak 14 tahun itu. Dulu kupikir profesiku itu biasa. Bahkan sampe awal kuliah pun aku masih banyak remehkan profesi itu. Ya karena memang banyak guru ngaji di luar sana, bahkan aku ngajar dari kecil pun ga sendiri.
Tapi ketika paham dan belajar banyak tentang pendidikan di tekpend, aku jadi sangat paham dan merasa bersalah ke diriku sendiri😔. Aku jadi teringat lagi semua pertanyaan dan keluh kesahku waktu kecil. Aku harus minta maaf ke zia kecil yang kebingungan dulu dan pada akhirnya terjerumus di metode-metode yang ia karang sendiri.
Lalu, tujuanku sampaikan cerita itu sekarang adalah untuk gambarkan beban masalah dan isi kepala yang aku bawa ke bangku kuliah juga jawaban 'kenapa tekpend itu adalah jurusan yang tepat'.
Di semester satu, aku mulai belajar dari hal paling mendasar tentang pendidikan, yaitu ‘belajar’. Aku dibuat mengupas tuntas semua tentang ‘belajar’ sampai ke detail filosofisnya 'kenapa manusia belajar'. Sebenarnya dari situ aja hampir sebagian besar beban masalah yang aku bawa ke bangku kuliah sudah terjawab😅. Makanya kalo di pikir lagi (mungkin kalau ada temen kelasku yang baca, dia juga paham), aku banyak sekali bertanya, menjawab, dan memberi studi kasus selama kelas di awal semester. Banyak sekali sampai aku sempat ciut di kelas, takut dianggap aneh sama temen-temen karena aku kebanyakan nanya. Kalau kalian (temen kelas) baca, maaf ya! Mohon maklumi rasa penasaranku yang akhirnya diberi panggung waktu itu🙏.
Di semester dua ga beda jauh, mungkin jadi meluas saja. Kali itu ga cuma tentang belajar, tapi juga pembelajaran. Tentang apa-apa saja yang meliputi belajar seperti 'bagaimana itu direncanakan?' dan mulai sedikit mengenalkan tentang pendidikan yang dijadikan sebuah sistem untuk belajar dan pembelajaran itu.
Nah, kakakku itu bertanya di sekitar semester dua. Waktu itu aku lagi suka banget sama kuliah, aku suka semua yang dipelajari. Jelas, masalahku sudah mulai mereda dan aku mulai bangun mimpi. Aku mulai berdiri di gerbang bertuliskan ‘pendidikan’, ingin segera masuk dan berkontribusi di dalamnya. Mungkin benar, selain tidak punya kesempatan explore profesi lain, aku memang tidak minat juga.
Itu alasannya kenapa aku setengah ragu dan setengah kecewa sama jawaban kakakku dulu. Soalnya di satu sisi aku seneng karena prodi ini tuntaskan banyak beban masalah tentang mengajar yang aku bawa ke bangku kuliah, tapi di sisi lain bener juga kata kakakku karena tekpend di mataku waktu itu memang terlihat seperti ‘belajar semuanya’. Padahal alasannya ya memang jelas aku pasti belajar semuanya, orang aku baru aja masuk. Aku baru aja berdiri di depan gerbang pendidikan itu, belum tau apa isinya dan kemana tekpend akan bawa aku nantinya.
Masuk semester tiga dan empat, kali ini mulai sedikit digambarkan fokus tekpend itu kemana. Di dua semester ini kepalaku sedikit menggila karena banyak sekali yang dipelajari. Walau seru juga kalau kebanyakan dan tidak di eksekusi dengan baik, ya siapa yang tidak kewalahan?
Di semester ketiga aku banyak belajar tentang menciptakan dan melaksanakan pendidikan. Aku belajar berbagai bentuk pendidikan dan aspek yang harus ada di dalamnya, contohnya di matkul pengelolaan pendidikan aku belajar tentang perintilan dalam pendidikan yang banyak dan memuakkan mulai dari sdm, biaya, sarpras, dan lain sebagainya. Lalu di matkul pendidikan inklusi dan sistem belajar terbuka dan jarak jauh aku belajar aspek yang harus ada di dalam pendidikan yaitu pendidikan yang harus merata dan fleksibel. Semua orang punya kesempatan yang sama dan pendidikan harus bisa fit di berbagai kondisi, apapun itu.
Nah, semester empatnya baru ke lingkup pendidikan. Sistemnya sama kaya semester satu dan dua dimana setelah tau tentang ‘belajar’ aku akan dikenalkan dengan ‘pembelajaran’. Kali ini juga setelah tau tentang menciptakan dan melaksanakan pendidikan, aku belajar tentang merawat pendidikan. Bagaimana mengajar, mempersiapkan bahan ajar, dan berbagai fasilitas dari pendidikan itu sendiri. Ada tiga matkul yang aku highlight di semester ini, yaitu microteching, pengembangan bahan ajar dan desain program pendidikan dan pelatihan.
Microteaching dipelajari semua prodi pendidikan agar mereka siap untuk jadi tenaga pendidik. Prodiku juga awalnya diberitahukan seperti itu, tapi kurasa anak tekpend harus manfaatkan ini untuk hal lain. Bukan artinya anak tekpend jangan ngajar, tapi kalian punya privilege lain untuk matkul ini.
Bukan sebagai tenaga pendidik, tapi fasilitator pendidikan.
Yap! itulah output sesungguhnya dari prodiku, sebagai seorang fasilitator pendidikan. Ternyata inti dari prodi ini ada di semester empat, klimaks di mana kita benar-benar belajar kritis mencari tahu apa aja yang dibutuhkan dari pendidikan. Bukan cuma pendidikan di ‘sekolah’ dan ‘perguruan tinggi’ seperti yang khalayak tahu, tapi juga pendidikan lanjutan untuk perusahaan, pelatihan, kursus, dan lain sebagainya.
Butuh waktu dua tahun untuk aku benar-benar jelaskan ke kakakku tentang output prodi ini. Ah tidak! Sejujurnya sekarang juga aku masih takut salah bicara. Tapi aku tetap berharap orang bisa lebih paham tentang prodi ini.
Benar kok, kita bisa jadi guru tik, jadi pengembang media dan perancang kurikulum juga. Tapi itu cuma bagian atau opsi lain, goals utamanya ya untuk jadi fasilitator. Kata fasilitator ini juga masih terlalu sulit untuk aku jelaskan (walau aku sudah sepenuhnya mantap dengan apa yang aku inginkan sebagai sebuah profesi nantinya).
Mungkin memang benar kalau tekpend belajar terlalu banyak dan umum, tidak menjurus seperti prodi pendidikan lain, tapi aku senang karena belajar semuanya di sini. Aku berasa kaya lagi duduk manis di akar pendidikan. Selebihnya (tentang menjurus itu), biar aku atasi sendiri.
Toh aku suka belajar dan bukannya memang itu inti dari bangku kuliah? Agar kita menggali lebih banyak dari ‘siswa’ di bangku sekolah?
Tekpend udah kasih outline yang sangat luas selama aku duduk di ‘akar’ tersebut, tentang bagaimana deskripsinya biar aku eksekusi sendiri. Petanya sudah ditanganku, biar aku yang tentukan arah perjalanannya!
Waw… ngos-ngosan juga ya tulis hal yang cukup sensitif ini. Walau aku percaya yang baca cuma aku, tetep aja takoed kalau ada anak tekpend yang baca😶🌫️. Apa aku akan diteror karena seenaknya menyimpulkan prodi ini? Wkwkwk, walau begitu, kalau ada temen tekpend yang baca, kuharap kalian paham niat baikku ya!
Lalu di lain sisi, jujur aja lubuk hatiku yang paling dalam malah berharap anak tekpend baca ini. Terutama ade-ade tingkat yang masih kebingungan kenapa dia ada di tekpend dan bertanya-tanya apa prodi ini adalah tepat. Matkul yang diambil bisa aja berbeda, dan eksekusi setiap mata kuliahnya di lapangan memang tidak sesistematis apa yang aku sampaikan. Ini hanya kesimpulan yang aku ambil dari setengah perjalananku di prodi ini. Apa lain kali aku coba bahas lebih dalem tiap semesternya ya?
Sekian, sampai ketemu nanti!
Komentar
Posting Komentar