Ilwis #9 : 5 menit sehari
Halo!
Pagi ini, 9 Mei 2024, aku ada dalam keadaan kurang fit; badan sedikit sakit, mata ngantuk dan perut keroncongan😅. Pukul 6 pagi tadi perut sama mata sudah kasih kode keras untuk cepat istirahat. Tapi itu semua baru bisa aku penuhi dua jam kemudian—pukul 8 pagi selesai semua kerjaan. Saat itu, aku coba scroll instagram untuk cari ide makan apa pagi ini.
Karena nanti siang ada kegiatan juga, jadi kupikir akan gawat nih kalo tidur sekarang (bisa bablas). Makanya aku putuskan untuk makan enak dan nonton saja sebagai istirahat. Setelah sekitar 20 menit scrolling dan mikir mau makan apa, akhirnya aku terpikir untuk bikin ayam geprek. Ayam goreng tepungnya tentu beli, tapi sambelnya ingin bikin sendiri.
Untuk itu, aku coba cek bumbu di dapur dulu. Alhamdulillah-nya aku punya 1 tomat sisa dan rempah lainnya. Lihat itu, hatiku tiba-tiba berdebar, seneng banget😆✌️. Soalnya kebetulan seperti ini sulit untuk dibuat-buat, kan? Kalau saja tidak ada sisa tomat itu, aku pasti balik kamar untuk lanjut scrolling dan pikirkan menu lain. Soalnya terlalu males pergi ke pasar—tidak ada sisa energi untuk itu. Sebenarnya aku tidak begitu bisa makan pedas. Satu keluarga memang tidak ada yang suka makan pedas. Tapi tetap tidak bisa dipungkiri, ayam geprek itu adalah inovasi yang sulit ditolak dari berbagai jenis masakan ayam. Satu-satunya sambel ayam geprek yang aman aku makan ya cuma sambel buatanku sendiri karena pedesnya aku yang atur😅.
Nah, karena tomat sudah dipastikan ada, satu lagi yang perlu aku temui keberadaannya adalah ayam goreng tepung. Sebenarnya di dekat rumahku itu ada penjual yang sudah buka dari subuh. Tapi dia jualan seenaknya😓, kadang ada kadang tidak. Itupun kadang buka pagi, kadang siang, kadang sore menjelang malem. Aku tidak tahu alasannya kenapa, memang aneh saja kali ya😶.
Walau begitu, tanpa pikir panjang, aku segera berangkat untuk cek ayam goreng tepung itu dan siapa sangka TERNYATA ADA. Beliau jualan pagi itu, tapi baru buka gerbangnya saja😅. Makanya aku coba tanya, "apakah baru buka atau mau tutup?". Dari jawabannya, ternyata ia baru buka dan butuh waktu sekitar 15 menit lagi sampai ayamnya matang. "Okelah, aku tunggu.", pikirku.
Baik, poinnya di sini. Selama 15 menit nunggu itu, aku duduk di atas motor dan pasang tatapan kosong perhatiin jalanan. Aku tidak bawa hp, makanya gabut sekali. Walau begitu, cukup asik juga sih lihat lalu-lalang orang di tanggal merah ini. Ada yang lagi beli sarapan, jualan, jalan pagi, atau mulai beraktivitas lainnya.
Selama 15 menit itu, (mungkin karena begadang, kerja semalaman) pikiran-pikiran berat mulai datang sebagai distraksi kekosongan. Tentang pekerjaan semalem, beban pikiran yang mengganggu akhir-akhir ini, sampai pikiran besok, lusa, dan masa depanpun ikut datang. Wkwkwk begitulah😅✌️, mungkin teman-teman pun sering merasakan. Sebuah situasi ketika tidak ada apapun yang dipikirkan, kepala kita malah otomatis pikirkan semua hal yang bahkan tidak harus kita pikirkan, atau orang sebut itu overthinking.
Dalam gundahnya isi kepala itu, aku tiba-tiba teringat satu adegan di akhir drama My Liberation Notes. Di sekitar episode 15/16, ada salah satu dialog karakter Yeom Mi-jeong yang jelaskan caranya bertahan di dunia yang memuakkan ini. Ia bertahan dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit momen berdebar dalam hidup hingga terkumpul setidaknya lima menit dalam sehari. Seperti saat datang ke minimarket dan membukakan pintu untuk anak kecil hingga anak itu berucap terima kasih dengan tulus dan lugunya, hatinya berdebar tujuh detik. Lalu saat bangun tidur dan menyadari bahwa ini adalah weekend, hatinya berdebar sepuluh detik. Terus seperti itu hingga akhirnya terkumpul lima menit setiap harinya. Lima menit dalam sehari yang dapat membuat harimu lebih baik. Bersama lima menit itu dia bertahan setiap harinya dalam hidup ini.
Setelah ingat adegan itu aku jadi sadar “Ahh~ itu yang aku rasakan tadi”. Sedikit kebetulan karena ada satu tomat sisa, hatiku berdebar 10-15 detik. Sedikit debaran itu jadi motivasi yang dorong aku pergi cari ayam dan bersedia nunggu 15 menit lamanya. Padahal kalo dipikir lagi, 15 menit itu lebih baik dipakai untuk istirahat di kasur sebelum nanti siang beraktivitas, bukan? Tapi secuil hal itu bikin aku berdebar dan bahagia walau sebentar.
Setelah ingat dan maknai adegan itu, semua pikiran penuhku mulai surut. Beban pikiran semalam tentang kerjaan dan hidup, sekarang malah bikin aku senyum lebar karena ingat udah kumpulin 15 detik pertama dari 5 menit hari ini. Aku pun mulai pakai sisa waktu dari 15 menit nunggu ayam itu untuk sekedar mengingat dengan maksimal suasana detik itu. Mataku dengan seksama merekam hoodie ungu pedagang cireng isi di depan mataku, gerobak coklat cakwe mini yang penjualnya entah kemana, warung nasi padang serba 10 ribu yang lagi hectic susun makanan yang baru dimasak di etalase nya, warna langit yang sedikit cerah, udara segar, hingga suhu pagi itu yang tidak terlalu hangat untuk ukuran pukul 8 pagi. Selayaknya kamera film, mataku mulai abadikan momen pagi tersebut.
Sebab aku akhirnya paham maksud Yeom Mi-jeong di drama itu. Padahal ini adalah drama yang aku lihat bertahun lalu. Dramanya bagus dan dinikmati banyak orang. Tipikal drama slice of life yang hanya akan seru jika ditonton dalam suasana hati yang sesuai. Mungkin waktu itu bagiku ga berlaku karena tidak sedang butuh drama penuh pesan kehidupan seperti itu. Makanya satu dialog itu saja baru relate hari ini, hingga jadi pelajaran berharga untuk aku bagikan di sini. Kalo kamu gimana? Apakah kamu pernah alami hal yang serupa? Atau kamu punya cara sendiri untuk itu?

Komentar
Posting Komentar